SUASANA sepi terlihat saat Serambi mengunjungi Dayah Terpadu Nurul
Islam di Desa Rayeuk Kuta, Kecamatan Tanah Luas, Aceh Utara. Tak ada
petugas di pos penjagaan dayah itu. Hanya seorang santri laki-laki
sedang menyapu halaman dayah. Sebagian besar santri sedang libur. Hanya
sebagian kecil yang bertahan di dayah.
Dayah itu didirikan 26
Oktober 1988 oleh Drs Tgk H Amri Ahmad. Saat itu, dunia pendidikan di
kecamatan itu belum memadai. Karena semua fasilitas pendidikan
terkonsentrasi di Kota Lhokseumawe. Konsepnya, pendidikan terpadu yaitu
menggabungkan kurikulum dayah salafi dan modern. Tujuannya, agar santri
yang lulus dari dayah itu menjadi kader dakwah (dai) dan fasih berbahasa
asing.
“Kami ingin lulusan dayah ini bisa menjadi pendakwah yang
cerdas, menguasai bahasa asing baik Arab dan Inggris guna menyampaikan
ajaran Islam ke seluruh pelosok negeri,” ujar Ketua Pengembangan Lembaga
Bahasa Asing Ruhul Islam, Muhammad Adam SPd, didampingi pengasuh asrama
dayah itu, Tgk Mahdi Idris, kemarin.
Untuk mencapai target
tersebut, menurutnya, fasilitas dayah pun dilengkapi. Sekarang, dayah
itu memiliki laboratorium bahasa Arab, bahasa Inggris, komputer,
laboratorium IPA, perpustakaan, dan kerajinan menjahit. Santri yang kini
berjumlah 362 orang diasuh 46 guru yang umumnya alumnus Kulliyatul
Mu’allimin Al Islamiyah (KMI) Gontor Ponorogo (Jawa Timur), Unsyiah,
IAIN Ar-Raniry, dan sejumlah dayah salafi di Aceh.
Seluruh santri
diwajibkan berbahasa Inggris dan Arab pada pagi hingga siang hari saat
santri menimba ilmu di bangku SMP dan SMA di dayah itu. Setelah zuhur,
mereka diwajibkan belajar bahasa asing. “Usai magrib sampai tengah
malam, mereka belajar kitab kuning,” ujarnya. Ditambahkan, dayah itu
terus berbenah dalam upaya mencetak pendakwah (dai) yang ahli bahasa asing. * masriadi sambo
http://aceh.tribunnews.com/2011/08/16/mencetak-dai-yang-ahli-bahasa-asing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar